Senin, 19 Juli 2010

IDENTIFIKASI, RUMUSAN DAN BATASAN MASALAH

A. IDENTIFIKASI MASALAH
Identifikasi masalah adalah pengenalan masalah atau inventarisir masalah. Identifikasi masalah adalah salah satu proses penelitan yang boleh dikatakan paling penting diantara proses lain. Masalah penelitian akan menentukan kualitas dari penelitian, bahkan juga menentukan apakah sebuah kegiatan bisa disebut penelitian atau tidak. Masalah penelitian secara umum bisa kita temukan lewat studi literatur atau lewat pengamatan lapangan (observasi, survey, dsb).
Masalah penelitian bisa didefinisikan sebagai pernyataan yang mempermasalahkan suatu variabel atau hubungan antara variabel pada suatu fenomena. Sedangkan variabel itu sendiri dapat didefinisikan sebagai pembeda antara sesuatu dengan yang lain.
Beberapa hal yang dijadikan sebagai sumber masalah adalah :
1. Bacaan
Bacaan yang berasal dari jurnal-jurnal penelitian yang berasal dari laporan hasil-hasil penelitian yang dapat dijadikan sumber masalah, karena laporan penelitian yang baik tentunya mencantumkan rekomendasi untuk penelitian lebih lanjut, yang berkaitan dengan penelitian tersebut. Suatu penelitian sering tidak mampu memecahkan semua masalah yang ada, karena keterbatasan penelitian. Hal ini menuntut adanya penelitian lebih lanjut dengan mengangkat masalah-masalah yang belum terjawab.
Selain jurnal penelitian, bacaan lain yang bersifat umum juga dapat dijadikan sumber masalah misalnya buku-buku bacaan terutama buku bacaan yang mendeskripsikan gejala-gejala dalam suatu kehidupan yang menyangkut dimensi sains dan teknologi atau bacaan yang berupa tulisan yang dimuat dimedia cetak.
2. Pertemuan Ilmiah
Masalah dapat diperoleh melalui pertemuan-pertemuan ilmiah, seperti seminar, diskusi. Lokakarya, konfrensi dan sebagainya. Dengan pertemuan ilmiah dapat muncul berbagai permasalahan yang memerlukan jawaban melalui penelitian.
3. Pernyataan Pemegang Kekuasaan (Otoritas)
Orang yang mempunyai kekuasaan atau otoritas cenderung menjadi figure yang dianut oleh orang-orang yang ada dibawahnya. Sesuatu yang diungkapkan oleh pemegang otoritas tersebut dapat dijadikan sumber masalah. Pemegang otoritas di sini dapat bersifat formal dan non formal.
4. Observasi (Pengamatan)
Pengamatan yang dilakukan seseorang tentang sesuatu yang direncanakan ataupun yang tidak direncanakan, baik secara sepintas ataupun dalam jangka waktu yang cukup lama, dapat melahirkan suatu masalah. Contoh : Seorang pendidik menemukan masalah dengan melihat (mengamati) sikap dan perilaku siswanya dalam proses belajar mengajar.
5. Wawancara dan Angket
Melalui wawancara kepada masyarakat mengenai sesuatu kondisi aktual di lapangan dapat menemukan masalah apa yang sekarang dihadapi masyarakat tertentu. Demikian juga dengan menyebarkan angket kepada masyarakat akan dapat menemukan apa sebenarnya masalah yang dirasakan masyarakat tersebut. Kegiatan ini dilakukan biasanya sebagai studi awal untuk mengadakan penjajakan tentang permasalahan yang ada di lapangan dan juga untuk menyakinkan adanya permasalahan-permasalahan di masyarakat.
6. Pengalaman
Pengalaman dapat dikatakan sebagai guru yang paling baik. Tetapi tidak semua pengalaman yang dimiliki seseorang itu selalu positif, tetapi kadang-kadang sebaliknya. Pengalaman seseorang baik yang diperolehya sendiri maupun dari orang lain, dapat dijadikan sumber masalah yang dapat dijawab melalui penelitian.
7. Intuisi
Secara intuitif manusia dapat melahirkan suatu masalah. masalah penelitian tersebut muncul dalam pikiran manusia pada saat-saat yang tidak terencanakan.

Ketujuh faktor diatas dapat saling mempengaruhi dalam melahirkan suatu masalah penelitian, dapat juga berdiri sendiri dalam mencetuskan suatu masalah. Jadi untuk mengindentifikasi masalah dapat melalui sumber-sumber masalah di atas. Sumber-sumber masalah tersebut dapat saling berinteraksi dalam menentukan masalah penelitian, dapat juga melalui salah satu sumber saja.
Setelah masalah diindentifikasi, selanjutnya perlu dipilih dan ditentukan masalah yang akan diangkat dalam suatu penelitian. Untuk memilih dan menentukan masalah yang layak untuk diteliti, perlu mempertimbangkan kriteria problematika yang baik.
Ada beberapa kriteria dalam merumuskan problematika penelitian yang baik, sebagaimana dikemukakan para ahli sebagai berikut ini :
1. Menurut Jack. R. Fraenkel dan Norma E. Wallen (1990) masalah penelitian biasanya ditunjukkan sebagai pertanyaan. Karakteristik pertanyaan penelitian yang baik menurutnya adalah :
• Pertanyaan itu harus feasible, artinya pertanyaan atau masalah penelitian itu dapat memungkinkan untuk diteliti, dipandang dari segi waktu, energi atau biaya.
• Pertanyaan itu harus jelas, artinya pertanyaan tersebut harus dirumuskan dengan kalimat yang sederhana yang dapat disepakati maknanya oleh sebagian besar masyarakat.
• Pertanyaan itu harus signifikan, maksudnya bahwa masalah penelitian itu akan memberikan sumbangan pengetahuan yang penting bagi manusia.
• Pertanyaan itu harus etis, artinya pertanyaan atau permasalahan tersebut apabila diteliti tidak akan merusak atau membahayakan manusia atau lingkungan alam dan lingkungan manusia.
2. Menurut John W. Best (1977) menyatakan bahwa masalah penelitian dikatakan baik (tepat dan pantas diajukan sebagai masalah penelitian), apabila pertanyaan-pertanyaan penjajakan berikut dapat terjawab, yaitu :
• Apakah masalah tersebut dapat dijawab secara efektif melalui proses penelitian? Apakah bisa dikumpulkan data relevan yang diperlukan untuk menjawab masalah tersebut?
• Apakah masalah tersebut membawa hasil temuan yang cukup bermakna? Apakah mengandung sesuatu yang penting di dalam masalah tersebut? Apakah pemecahan masalah atau penemuannya nanti akan memberikan sesuatu yang baru kepada khasanah teori dan praktek pendidikan?
• Apakah masalah tersebut merupakan sesuatu yang baru? Apakah masalah tersebut sudah diteliti sebelumnya? Hal ini untuk menghindari pengulangan yang tidak perlu.
• Apakah masalah tersebut memungkinkan (fisibel) untuk diteliti? Hal ini termasuk kesesuaian masalah dengan latar belakang si peneliti, sehingga si peneliti perlu melakukan penjajakan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan.

3. Menurut Donald Ary dan kawan-kawan (dalam Arief Furchan, 192) menyatakan ada beberapa kriteria permasalahan yang baik, yaitu :
• Masalah hendaknya merupakan masalah yang pemecahannya akan memberikan sumbangan kepada bangunan pengetahuan di bidang pendidikan.
• Masalah itu hendaknya merupakan masalah yang akan membawa kepada persoalan-persoalan baru dan demikian juga kepada penelitian-penelitian berikutnya.
• Permasalahan hendaknya merupakan permasalah yang dapat diteliti.
• Permasalahan itu harus sesuai bagi si peneliti, menarik bagi si peneliti, sesuai dengan bidang yang dikuasai dan waktu yang tersedia baginya.
4. Menurut Suharsimi Arikunto (199) bahwa permasalahan penelitian yang baik perlu mempertimbangkan hal-hal berikut :
• Permasalahan tersebut harus sesuai dengan bidang ilmu yang sudah dan atau yang sedang di dalami. Dalam khasanah keilmuan dikenal adanya peta keahlian.
• Permasalahan yang dipilih harus sesuai dengan minat calon peneliti.
• Permasalahan yang dipilih harus penting dalam arti mempunyai kemanfaatan yang luas.

Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa problematika penelitian yang baik, apabila problematika penelitian tersebut memenuhi dua kriteria yaitu :
1. Kriteria yang bersifat subjektif
Kriteria subjektif berhubungan dengan si peneliti, yaitu menyangkut :
• Kemampuan dan Keahlian
Permasalahan yang dipilih seharusnya sesuai dengan keahlian dan kemampuan yang dimiliki si peneliti.
• Minat
Permasalahan yang dipilih seharusnya sesuai dengan minat si peneliti. Apabila si peneliti sudah tidak tertarik pada suatu masalah “tertentu”, sebaiknya jangan diteliti. Pilihlah dan telitilah masalah yang benar-benar anda minati. Seseorang yang sudah tidak berminat pada suatu masalah, maka sulitlah masalah tersebut dapat menjadi bagian dari dirinya. Padahal masalah dalam penelitian harus merupakan bagian dari si peneliti. Penelitian akan berhasil dengan baik, manakala masalah penelitian sesuai dengan minat peneliti.
• Biaya penelitian yang dimiliki
Dalam memilih masalah penelitian, diperlukan pertimbangan biaya yang harus diperlukan (disediakan). Jangan memilih masalah yang memerlukan biaya banyak untuk penelitiannya, sementara biaya yang ada terbatas sekali.
• Waktu yang tersedia
Dalam memilih masalah yang diangkat dalam suatu penelitian, hendaknya memperhatikan waktu yang dibutuhkan dalam penelitian. Pilihlah masalah sesuai dengan kemampuan waktu yang peneliti miliki.
• Alat-alat dan fasilitas yang tersedia dalam melakukan penelitian
Dalam memilih dan menentukan masalah dalam penelitian perlu mempertimbangkan alat-alat atau fasilitas-fasilitas yang diperlukan dalam penelitian. Pilihlah masalah yang tersedia alat (instrument) dan fasilitasnya untuk penelitian.
• Penguasaan metodologi penelitian.
Penguasaan metodologi penelitian penting sekali bagi para peneliti. Masalah yang dipilih perlu mempertimbangkan metodologi yang digunakan dalam penelitian. Apakah penelitian mampu menerapkan metodologi yang dipakai dalam menjawab masalah penelitian.
2. Kriteria yang bersifat objektif
Pertimbangan objektif merupakan pertimbangan yang dating dari arah masalahnya itu sendiri. Pertimbangan objektif ini mengarah kepada pemberian sumbangan kemanfaatan, yang meliputi (1) Pengembangan teori dalam bidan yang bersangkutan, (2) Pemecahan masalah-masalah praktis.
Menurut Winarno Surachmad (1989) menyatakan beberapa factor intern dan ekstern yang perlu dipertimbangkan dalam menetapkan masalah, yaitu :
• Apakah masalah ini berguna untuk dipecahkan?
• Apakah terdapat kepandaian yang diperlukan untuk pemecahan masalah itu?
• Apakah masalah itu sendiri menarik untuk dipecahkan?
• Apakah masalah ini memberikan sesuatu yang baru (aktual) ?
• Apakah untuk pemecahan masalah tersebut dapat diperoleh data yang secukupnya ?
• Apakah masalah itu terbatas sedemikian rupa sehingga jelas batas-batasnya dan dapat dilaksanakan pemecahannya?
Seorang peneliti harus mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, sebelum menentukan masalahnya. Karena dengan mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan tersebut, akan menjadi dasar dalam meyakini jawaban masalah penelitian.

B. PERUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah adalah pertanyaan penelitian, yang umumnya disusun dalam bentuk kalimat tanya, pertanyaan-pertanyaan tersebut akan menjadi arah kemana sebenarnya penelitian akan dibawa, dan apa saja sebenarnya yang ingin dikaji / dicari tahu oleh si peneliti. Masalah yang dipilih harus “researchable” dalam arti masalah tersebut dapat diselidiki. Masalah perlu dirumuskan secara jelas, karena dengan perumusan yang jelas, peneliti diharapkan dapat mengetahui variabel-variabel apa yang akan diukur dan apakah ada alat-alat ukur yang sesuai untuk mencapai tujuan penelitian. Dengan rumusan masalah yang jelas, akan dapat dijadikan penuntun bagi langkah-langkah selanjutnya. Hal ini sesuai dengan pandangan yang dinyatakan oleh Jack R. Fraenkel dan Norman E. Wallen (1990:23) bahwa salah satu karakteristik formulasi pertanyaan penelitian yang baik yaitu pertanyaan penelitian harus clear. Artinya pertanyaan penelitian yang diajukan hendaknya disusun dengan kalimat yang jelas, tidak membingungkan. Dengan pertanyaan yang jelas akan mudah mengidentifikasi variabel-variabel apa yang ada dalam pertanyaan penelitian tersebut, dan berikutnya memudahkan dalam mendefenisikan istilah atau variabel dalam pertanyaan penelitian. Dalam mendefenisikan istilah tersebut depat dengan (1) Constitutive definition, yakni dengan pendekatan kamus (dictionary approach), (2), Contoh atau by example dan (3) Operational definition, yakni mendefenisikan istilah atau variabel penelitian secara spesifik, rinci dan operasional.
Berdasarkan pandangan di atas, dapat disimpulkan bahwa ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam merumuskan masalah penelitian, antara lain adalah :
1. Rumusan masalah hendaknya singkat dan bermakna
Masalah perlu dirumuskan dengan singkat dan padat tidak berbelit-belit yang dapat membingungkan pembaca. Masalah dirumuskan dengan kalimat yang pendek tapi bermakna.
2. Rumusan masalah hendaknya dalam bentuk kalimat Tanya
Masalah akan lebih tepat apabila dirumuskan dalam bentuk kalimat pertanyaan, bukan kalimat pernyataan.
3. Rumusan masalah hendaknya jelas dan kongkrit
Rumusan masalah yang jelas dan kongkrit akan memungkinkan peneliti secara eksplisit dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan: apa yang akan diselidiki, siapa yang akan diselidiki, mengapa diselidiki, bagaimana pelaksanaannya, bagaimana melakukannya dan apa tujuan yang diharapkan.
4. Masalah hendaknya dirumuskan secara operasional
Sifat operasional dari rumusan masalah, akan dapat memungkinkan peneliti memahami variabel-variabel dan sub-sub variabel yang ada dalam penelitian dan bagaimana mengukurnya.
5. Rumusan masalah hendaknya mampu member petunjuk tenang memungkinkannya pengumpulan data di lapangan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang terkandung dalam masalah penelitian tersebut.
6. Perumusan masalah haruslah dibatasi lingkupnya, sehingga memungkinkan penarikan simpulan yang tegas. Kalau disertai rumusan masalah yang bersifat umum, hendaknya disertai penjabaran-penjabaran yang spesifik dan operasional.

C. BATASAN MASALAH
Batasan masalah adalah ruang lingkup masalah atau membatasi ruang lingkup masalah yang terlalu luas / lebar sehingga penelitian lebih bisa fokus untuk dilakukan. Hal ini dilakukan agar pembahasan tidak terlalu luas kepada aspek-aspek yang jauh dari relevan sehingga penelitian bisa lebih fokus untuk dilakukan. Dari sekian banyak masalah tersebut dipilihlah satu atau dua masalah yang akan dipermasalahkan, tentu yang akan diteliti (lazim disebut dengan batasan masalah). Batasan masalah jadinya berati pemilihan satu atau dua masalah dari beberapa masalah yang sudah teridentifikasi.
Batasan masalah itu dalam arti lain sebenarnya menegaskan atau memperjelas yang menjadi masalah. Dengan kata lain, merumuskan pengertian dan menegaskannya dengan dukungan data-data hasil penelitian pendahuluan seperti apa “sosok” masalah tersebut. Misal, jika yang dipilih mengenai “prestasi kerja karyawan yang rendah” dipaparkanlah (dideskripsikanlah) “kerendahan” prestasi kerja itu seperti apa (misalnya kehadiran kerja seberapa rendah, keseriusan kerja seberapa rendah, kuantitas hasil kerja seberapa rendah, kualitas kerja seberapa rendah).
Dapat pula batasan masalah itu dalam arti batasan pengertian masalah, yaitu menegaskan secara operasional (definisi operasional) masalah tersebut yang akan memudahkan untuk melakukan penelitian (pengumpulan data) tentangnya. Misal, dalam contoh di atas, prestasi kerja mengandung aspek kehadiran kerja (ketepatan waktu kerja), keseriusan atau kesungguhan kerja (benar-benar melakukan kegiatan kerja ataukah malas-malasan dan buang-buang waktu, banyak menganggur), kuantitas hasil kerja (banyaknya karya yang dihasilkan berbanding waktu yang tersedia), dan kualitas hasil kerja (kerapihan, kecermatan dsb dari hasil karya).
Pilihan makna yang mana yang akan diikuti sebenarnya tidak masalah. Idealnya: (1) membatasi (memilih satu atau dua) masalah yang akan diteliti (pilih satu atau dua dari yang sudah diidentifikasi), (2) menegaskan pengertiannya, dan (3) memaparkan data-data yang memberikan gambaran lebih rinci mengenai “sosoknya.”. Seperti dalam contoh : Jadi, jika masalahnya berupa “prestasi kerja karyawan yang rendah” (yang dipilih dari, misalnya: kreativitas kerja yang rendah, kemampuan berinisiatif yang rendah, kerja sama (kolegialitas) yang rendah, loyalitas yang rendah, dan lainnya), maka yang akan diteliti (dipilih, dibatasi) tentu mengenai kerendahan prestasi kerja karyawan, bukan mengenai faktor penyebab rendahnya prestasi kerja karyawan, atau upaya memotivasi karyawan. Jika yang jadi masalah kekurangan fasilitas (sarana prasarana) pendidikan, maka yang disebutkan (dituliskan) adalah bahwa yang akan diteliti (dipilih, dibatasi) adalah masalah kekurangan fasilitas, bukan pengelolaan fasilitas. Kekurangan fasilitas dan pengelolaan fasilitas merupakan dua hal yang berbeda [Ada masalah apa pula dengan pengelolaan fasilitas? "Pengelolaan fasilitas" bukan masalah, itu topik atau tema! Lain jika "salah kelola fasilitas" atau "ketidakefektivan pengelolaan fasilitas"].

KESIMPULAN
Di dalam membuat suatu penelitian, terlebih dahulu dilakukan pertama-tama mencari masalah pada umumnya dilakukanlah pencarian dan pencatatan masalah (disebut dengan identifikasi masalah). setelah dilakukan pengindentifikasian masalah maka masalah tersebut perlu dirumuskan secara jelas karena dengan perumusan yang jelas diharapkan dapat mengetahui variabel apa yang akan diukur untuk mencapai tujuan penelitian. Sedangkan batasan masalah itu sendiri bertujuan untuk membatasi ruang lingkup masalah agar jangan terlalu luas pembahasan sehingga penelitian lebih bisa fokus dilakukan.

8 komentar:

Unknown mengatakan...

masih sedikit bingung ini mbak,

batasan masalah itu hampir sama gak isinya dengan rumusan masalah??

manajemen strategi mengatakan...

Identifikasi Masalah terutama dalam Bidang Profesional cenderung berkaca pada Historical Condition. Melihat performa lalu sebagai data pendukung akan membuat Anda mudah melakukan Identifikasi Masalah. Masalah adalah kondisi yang perlu Perbaikan.

Manajemen Strategi

Anonim mengatakan...

makasih y, artikelnya sangat membantu :D

GSB mengatakan...

permisi mbak..aku boleh minta referensi buku untuk artikel ini gak?

Unknown mengatakan...

apa berbedaan Rumusan masalah dengan identifikasi masalah?

Unknown mengatakan...

Mb aku mau tnya dong, pembahsan ilmiah itu apah?? Setau aku pembhsn ilmiah itu msuk di bab 2,tp aku disuruh nya di bab 1,bsa tolong bntu jawab?

Nflar mengatakan...

Izin nyalin bbrp. Makasih

atikapus mengatakan...

maaf mba mau tanya, pengertian identifikasi masalah diambil dr mana ya mba sumbernya? kalo boleh bagi sumbernya mba, saya butuh untuk skripsi saya mba. terimakasih banyak mba

 
blog template by suckmylolly.com